Palangka Raya, BetangTV News,- Bagi masyarakat Kalimantan Tengah utamanya yang tinggal di 11 Daerah Aliran Sungai (DAS), tentu tidak asing dengan keberadaan kapal bermotor ini.
Di jaman serba modern saat ini kita masih bisa menjumpai kapal bermotor yang dibuat dari konstruksi kayu baik berukuran besar ataupun kecil ini, dan nampaknya masih berjaya dengan mesin penggerak jenis diesel, atau ada pula menggunakan mesin truk tenaga diesel.
Sepanjang siang dan malam kapal-kapal bermotor tersebut seakan tak lelah mengarungi derasnya arus air yang mengalir di Sungai Barito yang memiliki panjang sekitar 800 kilometer. Jika diukur dari bagian Hulu, wilayah Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, hingga ke muara laut Jawa, wilayah Kabupaten Barito Kuala di Provinsi Kalimantan Selatan, sehingga pantaslah jarak pelayaran di DAS Barito yang ditempuh sama dengan jarak tempuh penerbangan pesawat komersial dari Jakarta ke Palangka Raya.
Hari minggu merupakan hari pasar di sejumlah Desa di bantaran Sungai Barito, terutama di wilayah Kabupaten Barito Selatan.
Kapal dagang yang kerab disebut perahu bermotor atau jenis kelotok berbadan besar, istilah untuk kapal dagang ini biasanya mulai berdatangan pada Sabtu siang sudah dan sandar di pinggir sungai Barito untuk melayani pembeli sebelum hari pasar.
Bagi masyarakat di desa Talio, Kecamatan Karau Kuala, Barito Selatan, hari Sabtu adalah kesempatan untuk bertransaksi atau berinteraksi antara warga dan pedagang yang menggunakan kapal dagang ini.
Namun tidak seperti pada masa lalu, yang dilakukan secara barter. Warga menjual langsung hasil sumber daya alam antara lain karet dan rotan, dan hasil alam lainnya dengan memanfaatkan jasa motoris kapal dagang ini. Sementara para pedagang, menjual bahan-bahan pokok guna keperluan warga.
Beberapa tahun terakhir keberadaan alat transportasi tradisional masih dipertahankan mengingat sebagian besar warga setempat yang melakukan budidaya sarang burung walet masih mengandalkan jasa kapal-kapal dagang ini mengangkut dagangannya. Karena komoditas sarang walet ini mesti dijual ke Pedagang atau pengepul besar di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Perlu diketahui, akses transportasi atau infrastruktur berupa jalan darat dari Kota Buntok, Ibukota Kabupaten Barito Selatan, belum optimal, sehingga transportasi airlah menjadi andalan warga setempat untuk bepergian.
Kapal Dagang ini menyediakan berbagai macam kebutuhan masyarakat desa antara lain Sembako (beras, gula, minyak goreng, telur, tepung terigu, mie instan, gas, hingga barang-barang elektronik serta barang-barang kebutuhan lainnya.
Keberadaan kapal-kapal dagang ini layaknya minimarket sebab segala kebutuhan sehari-hari warga dapat ditemui di kapal ini.
Biasanya di dalam kapal tinggal pemilik kapal sekaligus pemilik toko beserta karyawannya. Pengemudi kapal dagang ini, kerab disebut warga dengan istilah Juragan, biasanya membawa serta keluarganya yaitu istri dan anak-anaknya.
Rupanya mengajak keluarganya berdagang juga menjadi sarana efektif untuk transfer pengetahuan (knowledge) bagi anak keturunannya.
Semua aktivitas kehidupan dilakukan di atas kapal ini termasuk makan, minum, dan mandi semuanya tersedia di kapal ini. Untuk hiburan ada televisi dan selalu ada parabola di atasnya. Saat ini di sepanjang DAS Barito juga hampir semuanya terjangkau sinyal selular dan internet. Sedangkan untuk sumber energi mereka menggunakan genset dan solar cell.
Para pedagang, di DAS Barito, Kapuas dan Kahayan biasanya dari suku Banjar dan kebanyakan dari daerah Nagara.
Saat ini jumlah kapal dagang sudah banyak berkurang karena banyaknya daerah yang sudah terakses jalan darat, namun rupanya para pelaku perdagangan ini juga beradaptasi dengan kemajuan zaman yaitu dengan membuka toko di darat, mulai dari perkotaan hingga perdesaan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah.
“Seperti toko kelontong langganan istri saya di kawasan Jl. Rajawali yang ternyata dulu berdagang dengan kapal dagang ini, tetapi sekarang menetap berdagang kelontong di Palangka Raya”,
“Itulah sepenggal catatan perjalanan hidup saya, melihat langsung kehidupan warga khususnya Warga Dayak yang bermukim di bantaran Sungai Barito, dan hingga kini masih mengandalkan sarana transportasi air sebagai penunjang ekonomi”, ungkap ASN Pemprov Kalteng ini.
Pertama kali menginjakkan kaki di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 1996, hingga berkeluarga, dan memiliki pasangan hidup Puteri Dayak, yang berasal dari DAS Barito, kondisnya masih tetap sama, pulang dan pergi ke Desa Talio menggunakan jasa kapal bermotor ”, kenang Palem.
IST_@Andreas-Palem (Penulis) + Red