<script async src=”https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-6842963441709485″
crossorigin=”anonymous”></script>
Tamiang Layang, Betangtv- Peluncuran buku sejarah yang ditulis oleh Pendeta Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) sekaligus Pustakawan Sekolah Tinggi Teologi (STT) Banjarmasin, Hadi Saputra, didukung oleh Universitas Kristen Palangka Raya, PT PLN (Persero) dan Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN) dengan judul “Cahaya Arunika Dari Dusun Timur,Sejarah Hidup dan Kepemimpinan “Soeta Ono” telah diumumkan di GPU Mantawara Tamiang Layang Kabupaten Barito Timur,Senin, (11/09/2023).
Buku yang bertutur tentang perjalanan hidup Soeta Ono tersebut merupakan lanjutan dari tesis Magister Teologi Hadi Saputra di Universitas Kristen Palangka Raya pada tahun 2014 tentang kepemimpinan karismatik warga Paju Epat (saat ini menjadi bagian wilayah Kabupaten Barito Timur) pada masa silam.
“Awalnya dari situ ide itu muncul, kemudian saya buka literatur, semua literatur tentang kepemimpinan Paju Epat mengarah kepada satu sosok yaitu Soeta Ono,” ungkap Hadi Saputra yang akrab disapa Hadi Miter saat memberikan sambutan dalam peluncuran buku tersebut.
Dia menambahkan, sebelumnya telah sering mendengar nama Soeta Ono disebut namun tidak mengenal siapa Soeta Ono maupun kisah hidupnya.
“Saya mencoba mengumpulkan literatur secara pelan-pelan,lalu saya melakukan pendekatan historical atau sejarah dengan menggunakan studi pustaka,artinya saya menggunakan literatur perpustakaan sesuai di mana orang itu hidup,”terang Hadi.
Menurutnya,salah satu yang menarik dari kisah hidup Soeta Ono yang pernah menjabat sebagai Kepala Distrik Siong (Districthoofd Van Sihong)sekitar tahun 1845-1885,adalah saat pasca perang 1859 ketika Soeta Ono dengan percaya diri datang ke Banjarmasin sambil mengenakan Medali Militer Ordo William Kelas Empat di dada untuk menunjukkan bahwa dia bukan orang sembarangan. Pada masa itu orang Eropa sekalipun belum ada yang menerima medali sejenis yang merupakan penghargaan tertinggi atas operasi militer paling sengit pada bulan November 1870 hingga Januari 1871 tersebut.
“Dia (Soeta Ono) datang ke Banjarmasin dan menemui Missionaris Van Hoven di sana dan mengatakan, tuan misionaris kirimkan misionaris ke kampung halaman saya,bawa pendidikan,didik mereka,buat mereka cerdas,”tutur Hadi menirukan perkataan Soeta Ono.
Dari kisah itu Hadi Miter menilai sosok Soeta Ono bukanlah manusia yang mementingkan dirinya sendiri.Menurutnya, Soeta Ono adalah pribadi yang berpikir jauh ke depan bahwa pendidikan itu dapat mengantarkan orang-orang di kampung halamannya menjadi orang terhormat.
“Karena itu saya menamakan tulisan saya ini Cahaya Arunika,pada pagi hari saat matahari terbit kita melihat cahaya matahari kemerah-merahan yang indah sekali (Arunika)muncul bersinar menerangi bumi,saya berpikir bahwa Arunika adalah cahaya yang tidak akan pernah habis karena setiap pagi akan muncul lagi.Demikian juga Soeta Ono,orangnya sudah meninggal tapi cahaya dan ceritanya itu bergaung dan bergetar sampai ke kita pada hari ini,” ujar Hadi menjelaskan makna Cahaya Arunika pada judul buku.
Pada kesempatan itu dia juga mengungkapkan alasan lain yang mendorongnya untuk menyelesaikan penulisan buku tersebut yakni kalimat “Inilah Penghianat Perang Banjar”yang ditemukan tertulis pada gambar diri Soeta Ono di Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Saat membaca tulisan itu,Hadi Miter yang sangat membanggakan sosok Soeta Ono merasa sakit hati namun tidak berdaya untuk menyampaikan bantahan atau meminta tulisan itu dicopot.Dia hanya berjanji pada diri sendiri bahwa akan melawan dengan tulisan dan menunjukkan bahwa Soeta Ono bukan penghianat seperti yang dituduhkan.
“Soeta Ono pahlawan bagi kami,Soeta Ono kebanggaan bagi kami.karena itu saya menyebut dia Cahaya Arunika dari Dusun Timur.Dia bukan hanya untuk orang Dayak Ma’anyan Paju Epat,tapi Dusun Timur,”ucapnya dengan suara lantang
“Orang-orang Ma’anyan disatukan dalam satu daerah yaitu Dusun Timur, bukan lagi Paju Epat, bukan lagi Kampung Sepuluh,bukan lagi Benua Lima tetapi satu Ma’anyan.Dia (Soeta Ono) mengajak missionaris untuk membawa pendidikan,dia membawa perubahan,dia membawa orang-orang Dayak Ma’anyan ke dalam birokrasi pemerintahan,itu bagi saya adalah lompatan besar yang ada pada saat itu. Karena itu orang-orang Dayak Ma’anyan, orang-orang dari Dusun Timur harus berterima kasih dan memberi hormat kepada Soeta Ono,” lanjut Hadi.
Dia menilai sejarah nasional selama ini tidak berlaku adil ketika berbicara tentang Soeta Ono, karena itu Hadi mengajak untuk meluruskan sejarah dengan cara yang terhormat melalui tulisan atau buku.Dia juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada keluarga besar Soeta Ono yang telah mendukung penulisan buku tersebut.
“Saya berterima kasih kepada keluarga Soeta Ono,karena selain mengumpulkan literatur untuk buku ini saya juga wawancarai keluarganya untuk melengkapi kisah hidup Soeta Ono,” ujarnya.
Di penghujung sambutannya Hadi mengakui bahwa buku itu masih jauh dari kata sempurna, itu sebabnya dia membuka diri secara luas untuk masyarakat mengkritisi, memperbaiki atau menambah literatur pada buku itu jika masih dianggap kurang.
“Silahkan beri masukan tentang buku ini atau tulis lagi (buku yang baru). Soeta Ono itu milik kita semua,dia bebas untuk kita interprestasi dan kita tulis agar semua orang bisa tahu siapa dia,” pesannya.
Peluncuran buku Cahaya Arunika Dari Dusun Timur dihadiri oleh Anggota Komisi VII DPR RI sekaligus Ketua Umum ICDN Willy M Yoseph,Bupati Barito Timur Ampera. AY.Mebas,Akademisi Universitas Kristen Palangka Raya Darius Dubut,Manajer PT PLN ULP Tamiang Layang Eridanus Abdi Samudra,keluarga Soeta Ono,beberapa anggota DPRD Barito Timur,pelajar dan guru dari berbagai sekolah serta tamu undangan lainnya. (Jetry)