Foto : Windu Sukmono, SH (Praktisi Hukum)
Palangka Raya, Betang.Tv – Ada apa dengan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam menanggani perkara Peradilan Pidana di daerah setempat.
Seperti yang diketahui, putusan bebas bandar besar narkoba, Saleh. Yang mana Saleh tersebut berjuluk raja kartel narkoba asal Kota Palangka Raya ini dinyatakan bebas oleh Majelis Hakim PN Palangka Raya.
Saleh masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) atas kasus peredaran gelap narkotika yang membawanya pada hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Hukuman tersebut merupakan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) pada 25 Oktober 2022 dengan registrasi kasus Nomor 586.k/pid.sus/2022. Saleh awalnya ditangkap BNNP Kalteng pada 2021 dengan barang bukti 202,8 gram sabu.
Namun saat itu hakim Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya menyatakan bahwa dakwaan yang disangkakan kepada Saleh tidak memiliki cukup bukti yang kuat dan Saleh dibebaskan. Kemudian, jaksa mengajukan kasasi ke MA dan Saleh dijatuhkan vonis 7 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Dan terbaru, Majelis Hakim PN Palangka Raya kembali berulah dengan mempermainkan hukum yang dinilai salah dalam penerapan kepada terdakwa yang perkaranya sebenarnya masuk Perdata.
Indra Gunawan bin Yanto Misrani dituntut oleh JPU selama 3 tahun dari ancaman hukuman 4 tahun, tentunya tuntutan JPU tersebut dinilai terlalu mengada-ada bahkan tendesius dalam memaksa terdakwa dihukum yang bukan perkara Pidana.
Kemudian, majelis hakim memvonis terdakwa Indra Gunawan (45) selama 2,5 tahun tanpa ada pembelaan dalam persidangan, dengan dakwaan pertama pasal 378 KUHP.
“Majelis hakim tingkat pertama terhadap terdakwa tidaklah tepat bahkan keliru sehingga menimbulkan ketidak-adilan bagi terdakwa,” kata Windu Sukmono SH dalam memori banding Indra Gunawan, Rabu (29/1/2025).
Windu Sukmono SH yang tergabung dalam Kantor Hukum dan Advokat LAW FIRM Ajungs & Patners kuasa hukum Indra Gunawan, sangat menyayangkan akan putusan hukum yang menjerat kliennya.
Ia mengungkapkan dengan tuntutan JPU yang sangat tidak keadilan dan tendensius serta majelis hakim memutus perkara tanpa mempertimbangkan keadilan, tentunya ini menjadi dilema dalam peradilan hukum di tanah air.
“Dijatuhi hukuman yang setimpal adalah pertimbangan yang mengada-ada, dan tidak berdasarkan hukum, karena terdakwa tidak terbukti melanggar unsur-unsur yang termuat dalam pasal 378 KUHP,” ungkap Windu yang juga praktisi hukum dan konsultan publik ini menyampaikan.
Bahwa menurutnya lagi, unsur yang dimaksud dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak tidak terbukti dalam perkara ini, karena perbuatan jual beli tanah antara terdakwa dengan saksi korban adalah perbuatan perdata yang sah menurut hukum, dan bukan perbuatan terlarang, sehingga dengan demikian pendapat majelis hakim tingkat pertama yang menyebutkan unsur ini terbukti dilanggar oleh terdakwa adalah sangat keliru.
Bahwa kalaupun terdakwa tidak dapat menyerahkan sebidang tanah yang menjadi objek jual beli antara terdakwa dengan saksi korban Asran alias Maradona Bin Aspan adalah perbuatan ingkar janji (Wanprestasi) yang termasuk dalam bidang hukum Perdata bukan perbuatan Pidana, sehingga sanksinya adalah berupa ganti kerugian, bunga dan biaya sebagaimana dimaksud pasal 1243, pasal 1266 dan pasal 1388 KUHPerdata.
“Bahwa syarat-syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata ada empat syarat, yaitu kesepakatan mereka yang mengikat dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu dan terakhir suatu sebab yang tidak dilarang,” tegasnya.
Berdasarkan hal tersebut maka perbuatan terdakwa dengan saksi korban Asran yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian jual beli sebidang tanah adalah sah menurut hukum karena unsur Subjektif dan Objektif yang termuat dalam pasal 1320 KUHPerdata telah terpenuhi.
Bahwa ketika terdakwa tidak dapat melaksanakan kewajibannya selaku penjual dalam perikatan dalam jual beli sebidang tanah tersebut maka perbuatan tersebut adalah perbuatan ingkar janji (Wanprestasi).
Hal tersebut juga menurut Ahmadi Miru dan Sakka Pati dalam bukunya Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW (Hal.8) menerangkan bahwa seseorang dikatakan ingkar janji jika, tidak melakukan apa yang dijanjikan; Melakukan apa yang dijanjikan, tapi tidak sebagaimana mestinya; Melakukan apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan berdasarkan perjanjian dan terakhir Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
“Maka upaya hukum saksi korban mengajukan gugatan perdata yakni gugatan Wanprestasi pada peradilan perdata di Pengadilan Negeri Palangka Raya untuk membatalkan perjanjian tersebut serta menuntut ganti rugi, bukan dengan peradilan pidana,” tambahnya.
Serta terkait unsur memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan mengerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu kepadanya atau memberi hutang maupun menghapus piutang juga tidak terbukti, karena tidak ada perbuatan tipu muslihat ataupun rangakian kebohongan terkait jual beli sebidanh tanah.
“Terdakwa belum melaksanakan kewajibannya sebagai penjual yakni menyerahkan sebidang tanah miliknya kepada saksi korban dikarenakan proses negoisasi antara terdakwa dengan Davitson Lambung untuk membeli kembali (buy back) tanah miliknya dengan alas hak berupa SPPT dengan nomor 140.594/346/KL-PTK/PEM/2022 tertanggal 29 Seotember 2022 belum selesai,” sebut pengacara penyanyi asal Kalteng Amelia Santy ini menerangkan.
Harapannya, kepada Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palangka Raya, bisa menerima sepenuh memori banding yang telah diserahkan dan didaftarkan kepada panitera PN Palangka Raya pada kamis 30 Januari 2025.
“Kami yakin keadilan itu ada dalam perkara ini dan bisa menerima apa yang kami sampaikan dan mohonkan dalam memori banding terdakwa Indra Gunawan,” tutup Windu Sukmono.(Red_rls)