Selesaikan Sengketa dengan PT MUTU, Keluarga Nertian Lenda Pilih Jalur Hukum Adat


Tamiang Layang, Betang.tv – Perwakilan keluarga ahli waris almarhum Nertian Lenda, Hardy Calvin Agoeh, menegaskan komitmen pihak keluarga untuk menyelesaikan sengketa lahan antara ahli waris dan PT MUTU melalui jalur hukum adat, setelah mediasi keempat yang digelar oleh Tim Penyelesaian Konflik Sosial (PKS) Pemerintah Kabupaten Barito Timur (Bartim) belum mencapai kesepakatan, Senin (6/10/2025).

Dalam forum mediasi yang dihadiri unsur Forkopimda dan berbagai pihak terkait, Hardy menjelaskan bahwa tim terpadu telah menampung berbagai opsi penyelesaian dari keluarga, perusahaan, dan pemerintah daerah. Namun, hasil pembahasan belum menemukan titik temu.

“Pemerintah daerah memang menyarankan agar persoalan ini dapat diselesaikan melalui jalur hukum positif. Namun, kami dari pihak keluarga memandang penting untuk menempuh jalur hukum adat, dengan tetap berkoordinasi dengan unsur Forkopimda, termasuk Kapolres, Dandim, Bupati, Kejaksaan, dan Pengadilan Negeri,” ujar Hardy.

Ia menambahkan, pilihan menempuh jalur adat bukan tanpa dasar. Menurut Hardy, lahan yang dipersengketakan merupakan wilayah adat yang telah dimiliki secara turun-temurun oleh keluarga almarhum. Bahkan, pihak keluarga memiliki bukti pembayaran dari PT MUTU terkait pengambilan tanah urug (galian C) di lokasi tersebut beberapa tahun lalu.

“Kami memiliki dokumen tanda terima pembayaran dari PT MUTU sebagai bukti keabsahan bahwa lahan itu memang milik keluarga almarhum. Jadi, secara implisit, hak masyarakat adat di wilayah itu tetap ada, meski berada dalam kawasan hutan,” jelasnya.

Hardy juga menyinggung hasil koordinasi dengan pihak KPHP Barito Hilir Kabupaten Barito Selatan yang menegaskan bahwa lahan dalam kawasan hutan tidak otomatis menjadi milik pemerintah. Apabila di wilayah tersebut terdapat hak masyarakat adat, maka perusahaan wajib menyelesaikan hak-hak tersebut terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan usaha.

Lebih lanjut, Hardy menilai bahwa penggunaan lahan keluarga sebagai sumber tanah urug oleh pihak perusahaan seharusnya disertai dengan kontribusi dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah, terutama dalam konteks izin galian C dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

“Kami berharap agar semua pihak, baik perusahaan maupun pemerintah, menghormati keberadaan dan hak masyarakat adat. Penyelesaian secara adat ini kami pandang sebagai jalan terbaik agar tercapai keadilan tanpa menimbulkan gesekan sosial,” tutupnya.(Mad/Red)


Periksa Juga

Sengketa Lahan Kotim, Warga Bawa Aduan PT KMB hingga Istana Wapres

        Pengunjung : 153 Sampit, Betang.tv – Sengketa lahan seluas 7 hektare di Kabupaten Kotawaringin …

Tinggalkan Balasan