“Undang-undang apapun sejatinya membentuk moral setiap pribadi menjadi lebih baik. Ketika Moral dan etika yang buruk dilindungi oleh Undang-undang mengatasnamakan HAM, maka Republik ini sedang berada dalam jurang kebiadaban.”
Guru selalu salah dan dihukum atas nama UU HAM. Tugas para guru yang tidak hanya mengajar namun membimbing dan membentuk kayaker para terdidik untuk menjadi pribadi bermoral dan beretika selalu dihantui oleh “kejamnya” UU HAM.
Menyedihkan dan memperihatinkan atas kasus yang menimpa Kepsek SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak,yang diduga “menampar” salah satu siswa yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah dan masih berseragam sekolah sehingga berujung pada penonaktifan Beliau oleh Pemprov Banten, pelaporan ke ranah hukum oleh orang tua siswa dan mogok belajar yang dilakukan oleh para terdidik, menunjukkan dengan jelas dan tegas bahwa UU HAM dijadikan sebagai pelindung bagi yang salah dan memenjarakan yang benar atau membenarkan tindakan salah siswa dan para siswa yang melakukan mogok belajar dengan mempersalahkan dan memenjarakan yang benar hanya karena “tamparan” sebagai bentuk pendidikan dan pembinaan moral.
Solidaritas para siswa terhadap teman mereka yang melanggar aturan merokok di lingkungan sekolah dengan melakukan mogok belajar semakin menunjukkan bahwa peran dan posisi guru semakin tidak dihargai. Solidaritas yang konyol karena membela yang salah. Demikian tindakan orang tua yang melaporkan guru ke pihak kepolisian semakin menegaskan bahwa tanggungjawab orang tua dalam hal pembentukan moral anak mereka tidak penting.
Dan yang lebih menyakitkan adalah pernyataan Wagub Banten yang mengutarakan alasan penonaktifan Kepsek untuk menjaga kedamaian, keharmonisan dan kenyamanan lingkungan sekolah mempertontonkan betapa rendahnya moral dan etika seorang pemimpin daerah. Kiranya Pak Gubernur bersama Wagub bisa beretanya kepada para pejabat atau masyarakat yang mengenyam pendidikan pada tahun 80-90an.
Pendidikan yang keras dan tegas telah berhasil membentuk lingkungan sekolah yang damai, nyaman, disiplin dan harmonis. Bahkan pendidikan yang keras itu membuat hubungan yang sangat baik dan harmonis antara para guru dan para siswa bahkan selalu ada kenangan dan rasa syukur pada sosok guru tertentu yang membentuk karakter siswa-siswi dengan tegas dab keras hingga menjadikannyq sebagai pribadi yang kuat, disiplin dan tangguh menghadapi tantangan dunia masa kini.
UU HAM memang penting namun tentu harus melihat konteksnya jika tindakan kepsek iti dilakukan di luar jam sekolah. Ketika tindakan kepsek itu dilakukan pada saat jam sekolah maka itu adalah sebuah bentuk pendidikan dan pembinaan. Kita semua sepakat bahwa kekerasan dalam bentuk apapun tidak diijinkan namun selalu dilihat juga dengan konteks, motivasi dan tujuan dari tindakan seorang Kepsek terhadap anak didiknya pada jam sekolah.
Ketika semua tindakan para guru dilihat dalam konteks UU HAM, maka UU HAM menjadi “hantu” bagi terbentuknya etika dan moral para siswa-siswi yang pada gilirannya membuat para siswa-siswi semakin bebas dan tidak menghargai siapapun termasuk para guru mereka dan pada gilirannya terjadi pembiaran oleh para guru terhadap tindakan siswa-siswi meski berlawanan dengan etika dan moral.
Maka agar UU HAM tidak menjadi hantu bagi para guru dan jalan kebebasan yang tidak bertanggungjawab bagi para siswa-siswi, pihak kepolisian juga wajib dan harus tegas. Artinya tidak semua laporan orang tua bersama anak mereka ketika mengalami tindakan pembinaan dari para guru pada jam sekolah diterima. Ketika semua laporan seperti yang menimpa Kepsek SMAN I Cimarga selalu diterima dan diproses atas nama HAM maka Kepolisian juga sedang mengamini tidak pentingnya etika dan moral di Republik ini.
Maka dari itu, para pegiat HAM juga perlu mengoreksi UU HAM yang berlaku di lingkungan sekolah. Jangan hanya teriak HAM namun tidak pernah mengalami betapa beratnya menjadi seorang guru. Demikian juga dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten jangan hanya melakukan tindakan penonaktifan demi pencitraan namun tidak pernah merasakan beban berat seorang guru ketika berhadapan dengan para terdidik yang nakal.
Semoga pesan inspiratif ini menjadi permenungan mendalam bagi Pemprov Banten dan para orang tua yang mendewakan UU HAM tanpa pernah merasakan beratnya tugas seorang guru;
“Celakalah kamu juga, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, tetapi kamu sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu jari pun. (Luk 11:46).
Palangkaraya: 15-Oktober 2025
*Tuan Kopong msf