Foto : Salah satu Maskapai Penerbangan yang melayani transportasi udara di Bandara HMS Muara Teweh
Muara Teweh, Betang.tv, – Pagi masih lembab ketika deru mesin ATR 72-500 milik maskapai Wings Air terdengar menembus kabut tipis di atas Sungai Barito. Tak lama, pesawat itu menurunkan roda dan menyentuh landasan sepanjang 1.400 meter di Bandara Haji Muhammad Sidik. Bagi para penumpang, inilah pintu udara baru yang memperpendek jarak pedalaman dengan kota-kota besar di luar sana.
Terminal bandara tidaklah megah, namun bersih dan rapi. Petugas di loket check-in melayani dengan ramah, sementara di ruang tunggu, penumpang duduk santai sambil menikmati kopi kemasan dari kios kecil di pojok ruangan. Dari jendela kaca, apron bandara yang luas terlihat menampung pesawat yang siap mengangkut puluhan orang menuju Banjarmasin sore nanti.
Bagi warga di Kabupaten Barito Utara, nama Bandara perintis “Beringin” dulu sangat akrab di telinga. Di situlah mereka menunggu kedatangan keluarga, mengantar saudara, atau terbang ke kota lain. Namun, seiring waktu, bandara kecil itu tak lagi mampu menampung perkembangan transportasi udara. Landasan yang pendek dan fasilitas yang terbatas membuatnya tak layak lagi digunakan.
Etho Mihi, seorang Jurnalis senior, yang juga tokoh pemuda warga Kota Muara Teweh yang rutin bepergian ke Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, bandara ini adalah penyelamat. “Dulu harus jalan darat, semalam suntuk. Sekarang pagi berangkat, siang sudah bisa berurusan di Banjarmasin,” ujarnya sembari merapikan barang bawaannya..
Maskapai Wings Air kini terbang setiap hari dari Muara Teweh ke Banjarmasin, bahkan dengan pola penerbangan baru: pesawat berangkat pagi dari Muara Teweh, bermalam di bandara, lalu kembali terbang keesokan harinya. Layanan ini lahir dari animo masyarakat yang semakin tinggi. Tidak hanya pedagang, tetapi juga pegawai negeri, mahasiswa, hingga wisatawan yang ingin menjelajahi Barito Utara.
Bandara Haji Muhammad Sidik memang baru, dibangun dengan anggaran sekitar Rp 380 miliar sejak 2009 dan rampung pada 2019. Namun kehadirannya segera terasa. Waktu tempuh yang tadinya berjam-jam kini hanya tinggal hitungan menit. Tak heran jika penerbangan selalu penuh.
Di luar terminal, deretan taksi dan mobil travel menunggu penumpang. Jalan beraspal mulus menghubungkan bandara dengan Kota Muara Teweh, hanya sekitar 15 menit perjalanan. Dari kota inilah, pengunjung bisa melanjutkan petualangan ke pedalaman, menyusuri sungai dengan kapal kayu, atau berkunjung ke sentra pertanian yang kini menjadi bagian dari program Food Estate nasional.
Sore menjelang, matahari memantul di badan pesawat putih-merah yang bersiap lepas landas menuju Banjarmasin. Penumpang bergegas menuju apron, sebagian menenteng koper, sebagian lain hanya membawa tas ransel. Ada rindu keluarga, ada urusan bisnis, ada juga sekadar petualangan.
Bandara Haji Muhammad Sidik mungkin tidak sebesar bandara di kota metropolitan. Tapi setiap kali sayap pesawat mengibaskan udara Muara Teweh, ia seakan menegaskan: Barito Utara kini tidak lagi terisolasi. Dunia semakin dekat, dan dari sinilah jantung Kalimantan mulai berdetak lebih kencang. (Red_mink)