Nariuk: Tradisi Menombak Ikan yang Jadi Festival Budaya di Barito Timur


Tamiang Layang, Betang.tv – Di tepian sungai yang jernih saat kemarau, masyarakat Dayak Ma’anyan berkumpul membawa Tariuk, tombak khas yang terbuat dari bambu atau kayu ulin dengan ujung besi tajam. Dengan sorak dan tawa yang membahana, mereka bersiap menjalankan tradisi Nariuk – cara berburu ikan turun-temurun yang kini menjadi festival budaya tahunan di Kabupaten Barito Timur.

Asal-usul dan Cara Pelaksanaan

Nariuk hanya dilakukan ketika musim kemarau, saat air sungai surut dan bening, memudahkan ikan terlihat jelas. Dengan kelincahan mata dan ketangkasan tangan, peserta menombak ikan satu per satu. Bagi suku Dayak Ma’anyan, kegiatan ini lebih dari sekadar mencari lauk, melainkan warisan kearifan lokal untuk hidup harmonis dengan alam.

Ikan Buruan yang Jadi Favorit

Menariknya, ikan yang diburu dalam tradisi ini umumnya berukuran besar. Jenisnya pun beragam, mulai dari gabus, toman, hingga karandang. Namun, ada satu yang paling dinanti: ikan tapah, raksasa sungai yang dianggap sebagai buruan paling bergengsi. Keberhasilan menombak tapah menjadi kebanggaan tersendiri, karena bukan hanya soal ukuran tubuhnya, tetapi juga simbol ketangguhan pemburu.

Kategori Lomba dan Simbol Keperkasaan

Dalam Festival Nariuk, peserta berlomba menombak ikan. Juara ditentukan berdasarkan ikan terbesar dengan bobot paling berat. Di balik kompetisi itu tersimpan makna mendalam: seekor ikan besar – terutama tapah – adalah lambang keperkasaan, keberanian, dan kepercayaan diri bagi masyarakat Dayak Ma’anyan dan Lawangan.

Kearifan Lokal Menjaga Sungai

Tradisi ini juga mencerminkan kesadaran ekologis masyarakat lokal. Hanya ikan besar yang diambil, sementara ikan kecil sengaja dilepaskan kembali ke sungai. Filosofi sederhana ini memastikan keseimbangan ekosistem tetap terjaga, sehingga ikan dapat terus berkembang biak dan tradisi Nariuk bisa diwariskan tanpa menguras sumber daya alam.

Festival Nariuk di Pulau Patai

Kini, tradisi ini diangkat dalam Festival Nariuk di Desa Pulau Patai, ajang tahunan yang melibatkan seluruh masyarakat setempat. Festival ini bukan hanya sarana melestarikan budaya, tetapi juga daya tarik wisata yang menyedot perhatian wisatawan untuk datang ke Gumi Jari Janang Kalalawah.

“Festival ini adalah cara kami menjaga warisan leluhur sekaligus memperkenalkan budaya Dayak Ma’anyan ke generasi muda dan dunia luar,” ujar seorang tokoh adat.

Menjaga Warisan, Menggali Potensi

Nariuk adalah contoh nyata bagaimana tradisi sederhana bisa menjadi identitas budaya sekaligus peluang pariwisata. Ia menyatukan manusia, sungai, dan warisan leluhur dalam satu ikatan yang hidup hingga kini – menjadikan sungai bukan sekadar sumber pangan, melainkan juga cermin kearifan lokal yang menjaga keseimbangan alam. (Red)


Periksa Juga

Potensi 101 Hektare Cetak Sawah di Bartim, Dua Sungai jadi Sumber Harapan Pertanian Harara

        Pengunjung : 140 Tamiang Layang, Betang.tv – Langkah konkret penguatan ketahanan pangan terus dilakukan …