Oleh: Kurniah, Mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya.
BetangTv News – Masa usia dini merupakan masa keemasan untuk setiap aspek perkembangan, termasuk aspek sosial emosional.
Perkembangan sosial emosional merupakan salah satu aspek perkembangan yang sangat penting bagi setiap anak karena merupakan salah satu faktor penentu kesuksesannya di masa depan.
Hal ini disebabkan karena anak terbentuk melalui sebuah perkembangan dalam proses belajar. Perkembangan adalah pola perubahan yang dimulai sejak masa konsepsi dan berlanjut sepanjang kehidupan.
Perkembangan merupakan suatu proses yang berlangsung secara teratur dan terus menerus. Berbeda dengan istilah pertumbuhan, perkembangan berorientasi proses mental sedangkan pertumbuhan lebih berorientasi pada peningkatan ukuran dan struktur.
Perkembangan berlangsung seumur hidup sedangkan pertumbuhan mengalami batas waktu tertentu. Perkembangan berkaitan dengan hal-hal yang bersifat fungsional, sedangkan pertumbuhan bersifat biologis.
Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri kita.
Campos (dalam Santrock 2007) mendefinisikan emosi sebagai perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang berada dalam suatu keadaan yang dianggap penting oleh individu tersebut.
Emosi diwakilkan pada perilaku yang mengekspresikan kenyamanan atau ketidaknyamanan terhadap keadaan atau interaksi yang sedang dialami.
Emosi dapat berbentuk rasa senang, takut, marah, benci, cinta, kesedihan dan sebagainya. Syamsuddin (1990:69) mengemukakan bahwa “emosi merupakan suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stid up state) yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu perilaku”.
Perkembangan sosial merupakan perkembangan tingkah laku pada anak dimana anak diminta untuk menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. Dengan kata lain, perkembangan sosial merupakan proses belajar anak dalam menyesuaikan diri dengan norma, moral dan tradisi dalam sebuah kelompok.
Awal perkembangan sosial pada anak tumbuh dari hubungan anak dengan orang tua atau pengasuh dirumah terutama anggota keluarganya. Tanpa disadari anak mulai belajar berinteraksi dengan orang diluar keluarganya yaitu dengan dengan tetangga dan tahapan selanjutnya ke sekolah.
Perkembangan sosial anak yang optimal diperoleh dari kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respons yang sehat dari lingkungan terhadap anak dan kesempatan yang diberikan untuk mengembangkan konsep diri yang positif. Melalui kegiatan bermain, anak dapat mengembangkan minat dan sikapnya terhadap orang lain.
Sosialisasi merupakan suatu proses di mana anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial serta belajar bergaul dengan bertingkah laku seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya.
Untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1978), yaitu: (1) Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat; (2) belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat; dan (3) mengembangkan sikap/tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
Bentuk-bentuk hubungan sosial emosional dengan fisik, mental, dan psikologis. Tampilan emosi merupakan suatu bentuk komunikasi, atau dengan kata lain ekspresi emosi memungkinkan anak bersosialisasi dalam suatu lingkungan sosial yang dimasukinya.
Melalui perubahan mimik wajah dan fisik yang menyertai emosi, anak-anak dapat mengkomunikasikan perasaan mereka kepada orang lain dan mengenal berbagai jenis perasaan orang lain. Dengan ekspresi emosi, mereka dapat menunjukkan rasa kegembiraan, kebencian, ketakutan, dan sebagainya.
Tampilan emosi pada anak dapat dijadikan dasar dalam memahami perkembangan mental dan psikologis anak. Secara mental, tekanan emosi akan mempengaruhi konsentrasi, kemampuan mengingat, dan menyerap pengalaman belajar. Begitu pula tekanan emosi pada anak akan mempengaruhi motivasi, minat, dan ekspresi psikologis lainnya. Emosi anak dengan segala ekspresinya merupakan sumber penilaian diri dan sosial anak. Orang dewasa dapat menilai anak dari cara anak mengekpresikan emosinya.
Orang dewasa juga dapat menilai perkembangan emosi anak serta jenis dan bentuk emosi apa saja yang dominan muncul atau ditampilkan oleh anak dalam pergaulan dan aktivitasnya, baik ketika dirumah, disekolah, dalam kegiatan bermain, maupun aktivitas lainnya.
Bagi para pendidik dan orang tua sangat penting mengetahui dan mengenali gejala emosi dan perilaku sosial anak serta dampak-dampaknya. Tujuannya adalah agar tindakan preventif dan interventif dapat segera dilakukan jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai harapan atau penyimpangan.
Tindakan preventif misalkan dengan mengomunikasikan peraturan berperilaku pada saat terlibat dalam suatu kegiatan, sedangkan tindakan interventif misalkan, pada saat anak berperilaku yang membahayakan dirinya maupun teman-temannya.
Berbagai pembuktian tentang adanya hubungan dan pengaruh dari perkembangan sosial emosional terhadap perkembangan fisik dan mental individu, khususnya anak, telah dilakukan sejak lama.
Stimulasi atas emosi pada anak-anak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan-perubahan kondisi fisik pada individu yang bersangkutan.
Secara umum kita dapat menangkap bahwa ekspresi dari emosi yang menyenangkan akan mempercantik tampilan wajah seseorang, sedangkan emosi yang tidak menyenangkan akan menyuramkan tampilan wajah dan menyebabkan orang tersebut menjadi kurang menarik untuk dilihat.
Hal ini mengisyaratkan betapa dekatnya perilaku emosi dan perilaku sosial. Tampilan kedua efek emosi tersebut dapat memberi pengaruh lebih jauh. Masih dikategorikan pengaruh emosi terhadap wilayah fisik, emosi juga berpengaruh terhadap perkembangan dan kemampuan motorik seseorang.
Berdasarkan pengamatan, ternyata ketegangan emosi pada seseorang dapat mengganggu kerja dan keterampilan motoriknya.
Terhadap aspek mental tampaknya perkembangan sosial emosional juga berpengaruh kuat.
Kekurangan atau keterlambatan dalam perkembangan sosial emosional akan mempengaruhi arah dan kondisi perkembangan mental anak, juga sebaliknya kematangan dan kondisi mental anak berhubungan dengan perkembangan dan arah emosi serta sosial anak.
Hurlock, (1999) menyatakan bahwa emosi dapat berpengaruh dan mengganggu aktivitas mental karena kegiatan mental, (seperti konsentrasi, daya ingat, penalaran) sangat mudah dipengaruhi oleh emosi yang sangat kuat.
Pengaruh emosi pada aspek mental seseorang akan membawa pada melemahnya kemampuan mengingat (recall). Lebih jauh dapat mengakibatkan tidak dapat mengingat sama sekali hal-hal yang telah dipelajari dan dihafalkan sebelumnya.
Secara psikologis efek dari tekanan emosi akan berpengaruh pada sikap, minat, dan dampak psikologis lainnya. Cara-cara bersikap anak, baik dalam bersosialisasi maupun dalam memberikan tanggapan atas stimulus yang mengenalnya akan terpengaruh.
Karena tekanan emosi tertentu anak menjadi tidak sabar, lekas marah atau melakukan penolakan (enggan menyentuh mainan, hanya ingin bermain dengan kelompok tertentu, dan sebagainya) yang mengarah kepada rendahnya kualitas dimensi psikologis anak.
Gangguan emosi mengakibatkan cara kerja otak dan kesanggupan belajar anak menjadi tersendat-sendat, bahkan pada tekanan emosi yang kuat fungsi otak berada pada titik minimum. Pada keadaan yang dipaksakan untuk terus belajar dalam tekanan emosi, mungkin akan merusak kerja otak dan mengganggu sel-sel syarafnya. (Opini)