Jakarta, Betang.Tv News – Gerak cepat (Gercap) Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani untuk membenahi lembaganya dari aspek keterbukaan informasi publik mendapat apresiasi Wakil Ketua Komisi Informasi (KI) Pusat, Arya Sandhiyudha.
Meski begitu, KI Pusat memberikan catatan bawah keterbukaan informasi hendaknya tidak dibenahi hanya untuk memperbaiki citra, namun harus secara struktural dan kultural dibangun.
“Gerak cepat ibu Sri Mulyani terbaru itu kami di Komisi Informasi Pusat melihatnya sangat positif dari aspek Keterbukaan Informasi Publik,” ujar Arya dalam keterangannya, Jumat (17/3/2023).
Arya memberi catatan bahwa pembenahan kementerian dan/atau badan publik tidak boleh hanya pencitraan personal.
“Contoh pembenahan parsial artifisial itu misalnya hanya dengan tidak pamer kekayaan di akun sosmed, dan hal semisal. Sebab, kalau hanya itu tentu sangat personal dan bukan fundamental tujuan dari UU nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik,” ujar Arya.
“Pembenahannya harus dari standar layanan informasi publik (SLIP) dari kementerian, performa transparansi akuntabilitas program, dan komitmen pejabat publik secara administratif untuk terbuka,” jelas Arya.
Arya menjelaskan bahwa KI se-Indonesia merupakan lembaga negara yang diberi tanggung jawab mendorong pelaksanaan UU 14/2008 di badan publik demi mewujudkan masyarakat informasi.
Gagasan masyarakat informasi dan badan publik informatif itu bukan pencitraan personal, tapi musti transparansi struktural dan akuntabilitas kultural, bukan sekedar pencitraan personal.
“Kalau jajaran Kemenkeu peka, patuh, dan disiplin terhadap substansi respons arahan dari Ibu Sri Mulyani, saya optimis bukan hanya Kemenkeu tapi seluruh kementerian lain akan mengambil inspirasi keterbukaan informasi publik ini,” ucap Arya.
Setidaknya, lanjut Arya, ada tiga badan publik lain yang juga rutin disorot masyarakat seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), KemenPUPR, dan Kemendikbudristek.
“Terhadap kementerian dan/atau badan publik yang rutin disorot itu pembenahannya bisa mulai dari personal, tapi jangan berhenti di situ, musti ke struktural dan kultural,” tekan Arya.
Arya menyebut beberapa contoh detail SLIP yang seharusnya hadir di Kemenkeu dan jadi inspirasi semua badan publik usai Sri Mulyani memberikan respon kilatnya.
“Seperti LHKPN, profil pejabat publik, yang meski proses daftarnya di KPK, tanggung jawab publikasinya itu ranah KIP untuk kembali mengingatkan dalam momentum ini,” papar Arya.
Arya mengingatkan bahwa UU dan KI memang tidak bisa memberikan sanksi secara langsung, namun KI Pusat mengajak masyarakat mulai proaktif ikut mengetahui hak informasi terhadap kementrian dan/atau badan publik.
“Ini juga momen masyarakat informasi diperkuat dengan lebih proaktif meminta informasi terkait kebijakan dan ragam informasi publik yang ada di kementerian dan/atau badan publik,” Arya menegaskan.
Arya mengajak semua lapisan dan kalangan bergerak mewujudkan masyarakat informasi, baik aktivis, akademisi, peneliti, pegiat sosial lingkungan, perorangan warga negara untuk lebih aktif meminta informasi publik di kementerian dan/atau badan publik.
“Masyarakat informasi yang baik itu yang mengetahui hak informasinya, menggunakan hak informasinya dengan meminta ke badan publik, memperjuangkan haknya ketika tidak terpenuhi dengan cara meminta penyelesaian sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat dan/atau Komisi Informasi daerah masing-masing,” tandas Arya.(Red)