Apakah Jumlah Partai Pengusung dalam Pemilihan Kepala Daerah mempengaruhi banyaknya jumlah pemilih?


Oleh : Srie Rosmilawati, M.I.Kom

(Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Palangka Raya)

Betang.tv- Jumlah Partai Pengusung dan Partisipasi Pemilih Pilkada: Sebuah Korelasi yang Kompleks

Pertanyaan mengenai apakah jumlah partai pengusung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) memengaruhi banyaknya jumlah pemilih atau partisipasi pemilih adalah isu yang menarik dan kompleks dalam dinamika politik lokal. Opini saya, korelasi antara keduanya tidak selalu linier dan bersifat mutlak, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor lain.

Koalisi Raksasa Belum Tentu Menjamin “Turnout” Tinggi
Secara logika politik, koalisi besar yang didukung banyak partai politik (Parpol) pengusung seharusnya memiliki “mesin politik” yang lebih kuat, jangkauan massa yang lebih luas, dan sumber daya yang lebih besar untuk melakukan sosialisasi dan mobilisasi pemilih (voter turnout). Namun, dalam praktiknya, hal ini seringkali tidak terbukti secara langsung dalam peningkatan jumlah pemilih.

Dominasi Berlebihan: Koalisi yang terlalu dominan, bahkan menguasai hampir seluruh kursi di DPRD, justru dapat menciptakan persepsi adanya calon tunggal atau minimnya kompetisi yang signifikan. Hal ini dapat menyebabkan apati di kalangan pemilih, terutama pemilih yang cenderung kritis atau menginginkan variasi pilihan, sehingga menurunkan motivasi untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Kehilangan Diferensiasi: Ketika semua partai besar bergabung, ideologi dan program pasangan calon (Paslon) yang diusung bisa menjadi kabur atau sulit dibedakan dari yang lain. Pemilih, yang mungkin terikat pada ideologi partai tertentu, kehilangan pilihan yang benar-benar merepresentasikan aspirasi mereka, yang berujung pada golput.

Fenomena “Dagang Sapi” dan Politik Uang: Koalisi besar berisiko memperkuat praktik money politics dan politik transaksional (dagang sapi) di tingkat elit, yang kemudian dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi dan Parpol, sehingga menurunkan minat berpartisipasi.

Faktor Penentu Partisipasi yang Lebih Signifikan
Faktor-faktor yang terbukti memiliki pengaruh lebih kuat terhadap jumlah pemilih daripada sekadar hitungan Parpol pengusung meliputi:

Kualitas dan Kompetisi Pasangan Calon:

Karakter Kandidat: Daya tarik personal, rekam jejak, dan visi-misi yang kuat dan relevan jauh lebih memotivasi pemilih daripada label partai di belakangnya.

Tingkat Kompetisi: Pilkada dengan dua atau tiga Paslon yang kuat dan bersaing ketat (tingkat margin of victory yang diperkirakan kecil) cenderung menghasilkan partisipasi yang lebih tinggi karena pemilih merasa suaranya sangat menentukan.

Kinerja Petahana (Incumbent):

Jika petahana mencalonkan diri kembali, partisipasi pemilih bisa tinggi karena adanya polaritas antara pemilih yang puas (mendukung) dan pemilih yang tidak puas (menentang) kinerjanya.

Sosialisasi dan Pendidikan Politik:

Upaya masif dari KPU, Parpol, dan lembaga sipil dalam memberikan pendidikan politik dan sosialisasi pentingnya pemilihan, serta kemudahan akses ke TPS.

Isu Lokal dan Sentimen Publik:

Isu-isu lokal yang sensitif dan mendesak (misalnya, masalah infrastruktur, lingkungan, atau korupsi) yang diangkat oleh Paslon dapat memobilisasi pemilih secara emosional.

Pada akhirnya, jumlah partai pengusung hanyalah mekanisme formal dalam pencalonan, bukan jaminan otomatis peningkatan jumlah pemilih. Partisipasi pemilih (voter turnout) adalah cerminan dari kesehatan demokrasi lokal, yang sangat bergantung pada kualitas kompetisi dan relevansi isu yang ditawarkan dalam Pilkada.

Untuk meningkatkan partisipasi pemilih, fokus harus dialihkan dari sekadar mencari koalisi sebanyak mungkin menjadi upaya untuk menciptakan kompetisi yang sehat dan bermakna. Regulator (KPU dan Bawaslu) dan Parpol perlu:

Mendorong Pluralitas Pilihan: Mengkaji ulang ambang batas pencalonan agar tidak terlalu memfasilitasi dominasi koalisi besar dan membuka ruang bagi lebih banyak kandidat kompetitif, termasuk dari jalur perseorangan.

Meningkatkan Kualitas Diskusi Publik: Memastikan kampanye fokus pada perdebatan program dan solusi masalah daerah, bukan sekadar simbol dan kekuatan dukungan elit.

Masyarakat harus diajak untuk melihat Pilkada bukan hanya sebagai ajang hitung-hitungan kursi Parpol, tetapi sebagai kesempatan riil untuk memilih pemimpin terbaik melalui kompetisi yang berintegritas.


Periksa Juga

Dari Wartawan ke Raja Jelantah, Kisah Anwar Sadat Mengubah Limbah jadi Cuan

        Pengunjung : 236 Palangka Raya, Betang.tv – Bagi sebagian orang, minyak goreng bekas hanyalah …