Cerita di Balik Ramainya Pelabuhan Mentaya Sampit

Sampit, Betang.tv, – Senja baru saja turun ketika peluit panjang terdengar dari Pelabuhan Mentaya, Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. Di dermaga, penumpang bergegas menaiki kapal, sebagian dengan koper besar, sebagian lagi hanya membawa tas ransel sederhana. Bagi mereka, kapal ini bukan sekadar alat transportasi, tapi jembatan untuk bertemu keluarga, merantau, atau sekadar mencari pengalaman baru.

Pelabuhan Mentaya memang menjadi denyut nadi bagi warga Sampit dan sekitarnya. Kapal barang dan penumpang keluar masuk setiap hari, menghubungkan kota ini dengan berbagai daerah lain. “Kalau kapal nggak jalan, banyak pedagang di pasar yang rugi. Barang nggak bisa masuk,” tutur Robert, seorang buruh angkut yang setiap hari bekerja di pelabuhan.

Selain urusan ekonomi, pelabuhan ini juga membawa harapan wisata. Banyak turis asing dan domestik yang turun di sini sebelum melanjutkan perjalanan ke kawasan konservasi orang utan. “Orang luar negeri biasanya senang lihat orang utan. Mereka sering tanya arah ke Taman Nasional,” kata Suryani, pedagang kaki lima yang menjajakan minuman dingin di sekitar pelabuhan.

Namun, masa tersibuk biasanya datang saat Lebaran. Ribuan pemudik memilih jalur laut untuk pulang kampung. “Kalau musim mudik, penumpang bisa dua kali lipat. Kita harus siap siaga supaya aman dan lancar,” ujar seorang petugas pelabuhan.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah pun berkomitmen terus meningkatkan pelayanan. Infrastruktur pelabuhan diperkuat, sistem keamanan ditingkatkan, demi kenyamanan masyarakat. “Kami berharap semua pihak terkait bekerja sama agar mudik lewat laut berjalan lancar,” ungkap seorang pejabat pemerintah.

Di balik gemuruh mesin kapal dan riuhnya suara pedagang, Pelabuhan Mentaya menyimpan cerita tentang pertemuan, perpisahan, perjuangan ekonomi, hingga mimpi wisata. Lebih dari sekadar dermaga, ia adalah denyut kehidupan bagi Sampit—dan jendela Kalimantan Tengah menuju dunia luar. (Mink)